Bentuk bulat, simbol semangat dan pantang menyerah
Boneka Daruma melambangkan meditasi Bodhidharma dan bentuknya yang bulat juga menunjukkan keuletan atau pantang menyerah.
Meski boneka Daruma baru diciptakan di Jepang pada abad ke-18, asal-usul Daruma berkaitan dengan perjalanan Bodhidharma.
Menurut legenda, Bodhidharma mendapat pencerahan setelah bertapa menghadap dinding selama sembilan tahun.
Konon, ketika menjalani ritual itu, Bodhidharma kehilangan anggota tubuhnya, dan dari peristiwa itulah boneka Daruma dibuat dalam bentuk tanpa anggota tubuh.
Desain Daruma, yang dibuat khusus agar tetap berdiri atau bangun kembali meskipun terjatuh, menggambarkan kegigihan atau keuletan Bodhidharma.
Karakter Daruma itu serupa halnya dengan pepatah Jepang yang berbunyi, "Nana korobi nana yaoki" atau "tujuh kali jatuh, delapan kali bangkit".
Baca juga: Sejarah Chanoyu, Upacara Minum Teh di Jepang
Memperluas pasar dan basis fans
Asia merupakan pasar terbesar bagi dunia sepak bola. Basis fans terbesar dari klub-klub besar Eropa berasal dari benua Asia. Oleh karena itu, merekrut pemain asal negara tersebut bisa menjadi keuntungan dari sisi pemasaran karena klub tersebut dapat dikenal luas oleh negara asal pemain tersebut.
Klub yang memiliki pemain dari negara tertentu pastinya dapat memperluas pasar mereka dan memiliki keuntungan yang besar dari sisi pemasukan salah satunya dari penjualan merchandise.
Itulah alasan-alasan mengapa Bundesliga banyak memiliki pemain asal Jepang. Banyak pemain asal Jepang yang sukses di Bundesliga seperti Shinji Kagawa, Makoto Hasebe, hingga Hiroki Sakai. Siapa pemain Jepang yang bermain di Bundesliga favoritmu?
Baca Juga: 7 Pemain Jepang yang Berkarier di Bundesliga Saat Ini, Siapa Saja?
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Shutterstock/YUMIK Boneka Daruma warna pink dan emas.Arti warna Daruma
Boneka Daruma warna pink dan emas.
Boneka Daruma tradisional berwarna merah cerah, yang melambangkan keberuntungan dan rezeki. Namun sekarang ini, Daruma dapat ditemukan dalam berbagai macam warna.
Berikut ini arti warna Daruma.
Baca juga: Sejarah Shogun Jepang
Boneka Daruma mulai marak digunakan sebagai simbol keberuntungan pada abad ke-19, tepatnya ketika Jepang bangkit dari keterpurukannya menjadi negara industri.
Di zaman sekarang, boneka Daruma umumnya dibeli pada saat tahun baru, baik untuk kepentingan pribadi maupun bisnis.
Daruma ditaruh di rumah dengan harapan penghuninya akan bahagia selama setahun penuh.
Boneka Daruma juga mudah ditemukan di berbagai perusahaan, kantor publik, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan, dengan harapan dapat terpenuhinya harapan dan bisnis yang makmur.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak pemain asal Jepang yang merumput di Bundesliga. Makoto Hasebe, Hiroki Sakai, dan Shiji Kagawa adalah beberapa contoh pemain top Jepang yang pernah bermain di Jerman.
Hingga saat ini, ada sebanyak 35 pemain Jepang yang sudah bermain di Bundesliga. Sebagian besar bahkan mengawali karier sepakbola profesionalnya di Jerman.
Lantas, apa yang membuat klub asal Bundesliga begitu ramah dengan pemain-pemain asal Jepang? Jika kamu penasaran, simak artikel berikut ini, yuk!
Bentuk alis, simbol umur panjang
Boneka Daruma tidak memiliki kelopak mata, tetapi mempunyai alis berbentuk seperti burung bangau. Adapun kumisnya terlihat seperti cangkang kura-kura.
Di Jepang, pepatah mengatakan bahwa burung bangau hidup 1.000 tahun dan kura-kura hidup 10.000 tahun
Burung bangau dan kura-kura merupakan representasi panjang umur dan kebahagiaan.
Pemain Jepang yang disiplin
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Orang-orang Jepang dikenal akan kedisiplinannya yang tinggi. Kita juga sangat jarang mendengar berita miring di luar lapangan yang dilakukan oleh para pemain asal Jepang yang bermain di Eropa.
Hal-hal seperti terlambat datang ke tempat latihan, pergi klub malam, sampai konflik di luar lapangan sangat jarang terjadi. Perlu diingat juga, pemain asal Jepang memiliki etos kerja yang tinggi.
Tribratanews.polri.go.id - Jakarta. Viral di Facebook sebuah unggahan video yang menampilkan burung bertopi merak asal Pulau Kalimantan yang mempunyai suara merdu dan tubuh yang indah. Video tersebut diunggah pada tanggal 22 November 2024 konten telah dilihat sebanyak lebih dari 5,4 ribu tayangan dan menuai empat komentar warganet yang mempercayai informasi dalam unggahan.Namun faktanya, klaim informasi tersebut adalah tidak benar. Melansir dari turnbackhoax.id, Selasa (3/12/24), setelah dicek oleh tim pencari fakta, mengunduh video itu dan mengunggahnya ke laman perangkat pendeteksi Artificial intelligence (AI), Hive Moderation.Hasilnya, video tersebut merupakan rekayasa kecerdasan buatan, probabilitas atau kemungkinannya mencapai 99,8 persen. Kemudian memasukkan kata kunci "burung langka bertopi" ke kolom pencarian Google. Penelusuran teratas mengarah ke artikel idntimes.com, yang menyebut ada burung "Kehicap Bertopi", tetapi burung itu secara fisik tidak memiliki topi di kepalanya.(sy/hn/nm)
TEMPO.CO, Jakarta - Merpati telah menjadi simbol perdamaian dalam berbagai budaya di seluruh dunia. Burung ini adalah simbol yang memiliki makna mendalam dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna di balik simbol ini, kita dapat lebih menghargai nilai perdamaian dan kemurnian dalam dunia yang terus berubah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merpati telah menjadi simbol perdamaian dan kemurnian selama ribuan tahun dalam berbagai budaya. Menurut The History Press, dalam mitologi Yunani kuno, merpati erat kaitannya dengan Aphrodite, dewi cinta, maka merpati dikenal sebagai simbol cinta dan pembaharuan kehidupan. Sementara itu di Jepang kuno, merpati yang membawa pedang melambangkan akhir perang.
Dalam tradisi Kristen awal, pembaptisan digambarkan disertai dengan kehadiran merpati, sering kali di makam mereka. Dalam kisah Nuh dalam Alkitab, ketika air bah surut, Nuh mengirimkan merpati yang kembali dengan daun zaitun, sebagai tanda bahwa banjir Alkitab telah berakhir dan kehidupan telah kembali ke Bumi. Sejak itu, dalam iman Kristen, merpati telah melambangkan pembebasan dan pengampunan Tuhan.
Seniman Pablo Picasso pun menjadikan merpati sebagai simbol perdamaian modern ketika dipilih sebagai lambang Kongres Perdamaian Dunia pada 1949. Merpati kemudian menjadi simbol gerakan perdamaian dan cita-cita Partai Komunis.
Fakta Lainnya tentang Merpati
Menurut Chirp for Birds, merpati disebutkan berulang kali dalam kitab kuno. Mulai dari pembaptisan Yesus hingga setelah banjir, ketika Nuh mengirimkan merpati yang kembali dengan cabang zaitun atau tanda daratan kering di dekatnya. Burung ini dijadikan simbol perdamaian dengan Tuhan, kepolosan, dan kemurnian.
Selain itu, banyak cerita suku asli Amerika menampilkan burung putih lembut ini dalam cerita rakyat mereka. Suku Blackfoot menjadikan merpati sebagai pelindung prajurit mereka, memastikan kembalinya mereka tanpa cedera setelah pertempuran. Dan suku Aztec serta suku Indian Meksiko menggunakan merpati dalam ritual pernikahan mereka, melihat merpati sebagai simbol cinta.
Dalam mitologi Yunani, merpati melambangkan Aphrodite, dewi cinta. Hal ini sejalan dengan mitos Mesopotamia yang menggambarkan merpati sebagai penghubung cinta duniawi, seksualitas, dan perang.
Dalam agama Islam, merpati memiliki makna khusus, karena dikatakan telah membantu Nabi Muhammad. Dan di Jepang, gambar merpati dengan pedang melambangkan akhir perang.
Merpati sebagai Simbol Perdamaian
Merpati tetap menjadi simbol perdamaian hingga saat ini. Misalnya, selama bertahun-tahun merpati dilepaskan di pertandingan olimpiade sebagai tanda perdamaian di antara negara-negara peserta. Dan sepanjang tahun, para aktivis politik dan anti-perang mengangkat spanduk dengan gambar merpati dan simbol perdamaian untuk menyoroti pesan mereka.
Kini, beberapa orang masih melepas merpati putih baik pada pernikahan maupun pemakaman, sebagai simbol harapan akan perdamaian abadi dalam kedua acara tersebut. Simbolisme merpati telah menyatu dalam budaya sehingga banyak organisasi menggunakan simbol ini dalam ikonografi mereka, termasuk logo Hari Perdamaian Internasional PBB yang menampilkan gambar merpati dengan daun zaitun.
TEMPO.CO, Jakarta - Mochi merupakan kue beras asal Jepang. Kue ini terbuat dari beras bulir pendek yang disebut mochigome, dengan kandungan glutennya yang tinggi membuat tekstur mochi menjadi kenyal. Mochi memiliki rasa manis dan tekstur yang lengket. Seperti dikutip dari Britannica, di Jepang, mochi biasa diolah engan cara dipanggang atau disantap dalam sup panas yang disebut zoni. Biasanya hidangan itu dinikmati saat sarapan pada tahun baru.
Membuat mochi merupakan ritual musim dingin yang dilakukan secara tradisional oleh pasangan suami istri. Melansir Sakura.co, mochi telah menjadi hidangan favorit di Jepang dan sekitarnya, dengan tekstur dan rasa yang unik. Mochi merupakan hidangan spesial pada acara perayaan khusus seperti pernikahan dan Tahun Baru. Ia juga dinikmati sebagai makanan ringan atau makanan penutup.
Mochi sudah menjadi bagian dari budaya Jepang sejak periode Jomon atau masa prasejarah, tepatnya mulai dari 14.000 hingga 300 SM, ketika penanaman padi tersebar luas di Jepang. Tetapi pada periode Nara (710-794 M), mochi mulai menyerupai hidangan yang kita kenal sekarang. Mochi kemudian menjadi populer di kalangan bangsawan, selama periode Heian pada 794 sampai 1185 M. Di mana orang-orang menyajikan mochi pada acara dan perayaan khusus.
Menjelang zaman Edo (1603-1868), mochi telah menjadi makanan pokok orang Jepang, dan mulai berkembang menjadi berbagai variasi dari sejumlah daerah. Saat mochi pertama kali diperkenalkan ke Barat, awalnya orang menyebut mochi sebagai "Kue Beras Jepang".
Mochi dibuat dengan menumbuk beras ketan menjadi adonan lengket. Pembuatan mochi tradisional dilakukan dengan menumbuk beras ketan yang sudah matang dengan palu kayu hingga membentuk adonan lengket dan elastis. Proses ini dikenal sebagai mochitsuki, yang dilakukan orang selama acara dan festival khusus.
Mochi Jepang memiliki sejarah panjang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari banyak tradisi dan ritual. Mochi yang kenyal, gurih, manis, atau di antaranya, adalah cara untuk menyatukan orang, menandai perayaan, dan bahan memamerkan status. Kelezatan manis dan serba guna dari mochi itu dinikmati dalam berbagai bentuk, termasuk isian manis tradisional seperti pasta kacang merah dan kastanye manis, maupun variasi modern seperti es krim dan cokelat.
Saat ini, mochi telah dinikmati dalam berbagai bentuk dan sudah menjadi hidangan populer di seluruh dunia. Teksturnya yang unik serta rasanya yang manis, menjadikan mochi sebagai camilan dan makanan penutup yang disukai semua orang dari segala usia.
Pilihan Editor: Mochi Tahun Baru di Jepang, Selalu jadi Santapan Namun Bisa Sebabkan Kematian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mata hitam sebagai simbol harapan
Biasanya boneka Daruma dijual dengan kedua belah mata masih dalam keadaan kosong atau belum diberi warna.
KOMPAS.com - Boneka Daruma merupakan salah satu hasil kerajinan tangan tradisional yang populer di Jepang.
Oleh masyarakat Jepang, boneka Daruma diyakini sebagai simbol keberuntungan dan pembawa nasib baik.
Boneka ini terbuat dari bubur kertas dengan ciri khas warna merah menyala dan berbentuk bulat, tanpa anggota tubuh seperti tangan maupun kaki.
Bagian dasar Daruma diberi pemberat, agar boneka ini tetap berdiri meskipun terjatuh.
Arti Daruma dalam bahasa Jepang adalah Bodhidharma, yakni seorang biksu terkenal dari India yang melakukan perjalanan ke Asia Timur untuk mengajarkan agama Buddha dan dikenal sebagai pendiri Buddha Zen.
Orang yang membeli boneka Daruma pada umumnya memiliki harapan atas sesuatu, dan ingin permohonannya dikabulkan.
Penamaan dan bentuk Daruma memiliki makna atau filosofi yang dalam.
Berikut ini filosofi boneka Daruma.
Baca juga: Matryoshka, Boneka Kayu Ikon Rusia
Mata hitam sebagai simbol harapan
Biasanya boneka Daruma dijual dengan kedua belah mata masih dalam keadaan kosong atau belum diberi warna.
Orang Jepang percaya bahwa sebelum seseorang berkomitmen untuk melakukan suatu usaha, ia hanya mendapatkan Daruma dengan kedua mata kosong.
Supaya harapan atau keinginannya terkabul, maka ia akan menggambar atau menghitamkan salah satu sisi mata Daruma dengan spidol atau tinta, sedangkan untuk sisi lainnya dibiarkan saja.
Dengan membiarkan salah satu sisi mata dalam keadaan kosong diharapkan orang tersebut akan menjadi lebih fokus mengejar harapannya atau tekun berusaha.
Ketika harapan tersebut terkabul, ia bisa menghitamkan sisi mata lainnya.
Baca juga: Samurai: Sejarah, Senjata, Kode Etik, dan Pembubaran
Lebih mengutamakan teknik dibandingkan fisik
Fisik para pemain Asia memang kalah dibandingkan para pemain Eropa, Afrika, maupun Amerika Selatan. Oleh karena itu, gaya pernainan yang lebih mementingkan permainan fisik tidak cocok dengan para pemain Asia, khusunya Jepang.
Namun, permainan di Bundesliga lebih mementingkan teknik-teknik para pemain ketimbang fisik. Karena hal tersebut, para pemain Jepang dapat lebih berkembang saat bermain di Bundesliga.
Baca Juga: 5 Pemain Jepang dengan Penampilan Terbanyak di Bundesliga
Bentuk bulat, simbol semangat dan pantang menyerah
Boneka Daruma melambangkan meditasi Bodhidharma dan bentuknya yang bulat juga menunjukkan keuletan atau pantang menyerah.
Meski boneka Daruma baru diciptakan di Jepang pada abad ke-18, asal-usul Daruma berkaitan dengan perjalanan Bodhidharma.
Menurut legenda, Bodhidharma mendapat pencerahan setelah bertapa menghadap dinding selama sembilan tahun.
Konon, ketika menjalani ritual itu, Bodhidharma kehilangan anggota tubuhnya, dan dari peristiwa itulah boneka Daruma dibuat dalam bentuk tanpa anggota tubuh.
Desain Daruma, yang dibuat khusus agar tetap berdiri atau bangun kembali meskipun terjatuh, menggambarkan kegigihan atau keuletan Bodhidharma.
Karakter Daruma itu serupa halnya dengan pepatah Jepang yang berbunyi, "Nana korobi nana yaoki" atau "tujuh kali jatuh, delapan kali bangkit".
Baca juga: Sejarah Chanoyu, Upacara Minum Teh di Jepang